Minggu, 03 November 2013

Kisah Bint Khalid (Ummu Khalid) Pemilik Busana Khamishah

Suatu hari, Nabi mendapat kiriman setumpuk pakaian. Satu diantaranya model Khamishah.[1] Warnanya hitam dengan aksesoris warna kuning atau hijau. Dan ukurannya untuk anak-anak. Nabi bingung menentukan siapakah yang akan mendapatkan model itu, sebab banyak anak-anak di sekitar Nabi. Beliau kemudian bertanya kepada para sahabat, siapakh yang pantas mengenakan baju itu. Semua bergeming. Tak ada yang mengusulkan nama karena khawatir tidak cocok dengan kecenderungan Nabi.
Kemudian Nabi teingat anak-anak sahabat-sahabat terdekat beliau, terutama Khalid ibn Sa’id, orang kelima atau keenam ang memeluk islam, karenya banyak mendapat siksaan dari orang-orang uraisy, bahkan dari ayahnya sendiri, dan tepaksa ikut behijrah ke Habsyah. Sahabat  seperti Khalid tidak akan dilupakan Nabi. Beliau ingat Khalid mempunyai putrid kecil bernama Amah, tetapi oleh keluarganya dijuuki Ummu Khalid, sebagai ungkapan cinta mereka padanya. Sampai kemudian ia dikenal  dengan julukan itu, meski masih kecil. Ia lahir di Habsyah, dan menghabiskan tahun-tahun pertamanya di sana. Barangkali ia sudah belajar sedikit bahasa Habsyah.
“Coba bawa kemari Ummu Khalid!” kata Rasulullah.
Seseorang segera ke rumah Ummu Khalid, lalu mengambil khamisah dan memakaikan kepada Ummu Khalid. Beliau tampak sangat senang. “Pakai sampai usang, Ummu Khalid. Pakai sampai usang!” Ummu Khalid sangat senang diperlakukan begitu oleh Rasulullah. “Wah, bagus sekali, Ummu Khalid!” kata Rasulullah sambil menunjuk hiasan yang ada di khamisah. Beliau berbicara dengan Ummu Khalid menggunakan bahasa Habsyah. Beliau merangkulnya, sampai Ummu Khalid dapat melihat secara jelas tanda kenabian di punggung beliau. Ummu Khalid memandanginya, bahkan memainkannya. Ayahnya kaget. Ia berusaha melarang. Tak semestinya anak tersebut bermain-bermain dengan tanda itu. Tetapi, “Biarkan saja!” kata Nabi. Beliau ingin memuliakan Khalid dengan membiarkan Ummu Khalid bermain-main dengan sesuatu yang menyenangkan.[2]

Kisah ini diambil dari "Sahabat-sahabat Cilik Rasulullah"





[1] Kain hitam yang kedua tepinya berhias bordiran sutra atau wol
[2] Thabaat Ibn Sa’d, 8/234
readmore »»  

Sabtu, 02 November 2013

Kisah Laila Al-Ghifariyah (Pejuang Cilik Pemilik Kalung)

Saat melewati kabilah Ghifar menuju Khaibar di utara Madinah, Nabi dan pasukan disambut kaum wanita dari anak-anak hinggar orang tua. Mereka berdesak-desakan mengikuti prajurit untuk menawarkan bantuan, barangkali ada yang membutuhkan air, amkanan atau bahkan pengobatan.
Diantara wanita-wanita itu terdapat anak perempuan yang baru menginjak remaja. Namanya Laila. cerdas dan penuh semangat. Membuat Nabi takjub, dan kasihan karena ia masih kecil dan bejalan kaki. Beliau kemudian menaikkannya ke unta beliau.
Nabi berhenti dan menderumkan unta. Lailaikut turun. Tahu-tahu ada darah di pelana yang diduduki gadis itu. Laila sangat malu. Ia kembali menaiki unta itu untuk menutupi darah haidnya yang pertama itu agar tak telihat Nabi.
"Ada apa denganmu? kamu haid?" tanya beliau lembut.
Laila tertunduk dan salah tingkah. Sambil malu-malu ia menjawab, "Ya."
Nabi tidak risih dan tidak gusar.
"Bersihkan dirimu, ambil air satu bejana, bei garam, lalu bersihkan pelana yang terkena darah. Setelah itu kembalilah ke tempat dudukmu semula," kata Nabi.
Nabi tetap bersikap tenang, membiarkan Laila bersama beliau untuk membuktikan bahwa ia istimewa diantara kaum wanita.

Nabi berhasil menundukkan Khaibar dan pulang dengan membawa sejumlah harta ganimah, dan memberikan sebagiannya kepada kaum wanita Ghifar. Laila mendapat seuntai kalung. Beliau sendiri yang mengalungkan ke lehernya, bukti bahwa beliau mencintai, menghormati dan meberi semangat kepada gadis itu. Bagi Laila, bukan kalung indah itu yang membuatnya bahagia, melainkan sikap beliau yang luar biasa kepadanya. Laila tak pernah melepaskan kalung agar tidak hilang. Dan setiap bersuci dari haid, ia tidak pernah lupa mencampur air bersuci itu dengan garam.

Laila terus tumbuh dewasa. Ia mengabdi kepada Islam dengan kemampuan yang bisa ia berikan. Ketika dalam keadaan sekarat, ia berwasiat agar setelah meningal ia dimandikan dengan air campuran garam, dan kalung pemberian Nabi itu dikuburkan bersamanya.[1]

Kisah ini diambil dari "SAhabat-sahabat cilik Rasulullah" 


Yuk intip koleksi mukena kami yang kece-kece Disini




[1] Sirah Ibn Hisyam dalam uraian tentang peristiwa perang Khaibar
readmore »»  

Kisah Rafi' Ibn Amr (Pemuda Kurma)

Pemduduk Madinah sangat menyukai kurma. Mereka akan menjaga dan merawat sampai masa panen. Mereka tidak akan tenang sampai kurma-kurma tersebut laku tejual, dan mereka dapat menikmati hasil jerih payah  mereka.
para petani pernah dibuat resah oleh ulah orangyang merusak kurma-kurma mereka. mereka tidak tahu siapa pelakunya. mereka kemudian menyelidiki. Seluruh sisi kebun disisir, dan behasil. Terlihat anak kecil yang tampak sehat dan kuat. Ia melempari tandan dengan batu hingga kurma bejatuhan, lalu memakannya.
Tapi akhirnya mereka justru kasihan kepada anak kecil itu. Mereka kemudian mengadukan anak itu kepada Rasulullah.
Rasulullah segera menuju ke tempat anak itu berada.Para pemilik kebun mengikuti. Mereka penasaran siapa anak itu. Beliau mendekati anak itu dan mengajaknya bicara.
"Kenapa kau melempari kurma itu?" tanya Nabi
"aku ingin makan," Jawabnya.
Beliau menasehatinya dengan lembut jika Allah tidak menyukai orang-orang yang melakukan perusakan. Beliau tahu betapa anak itu menginginkan kurma itu karena lapar yang tak tetahankan. Namun, beliau tetap mengingatkan, "Jangan melempari kurma. Tapi kau boleh mengambil yang sudah jatuh (bukan karena dilempar)."
Nabi kemudian mengusap kepala anak itu dengan lembut, lalu mendo'akannya, "Ya Allah, jadikan perutnya kenyang!."[1]
Anak kecil itu bernama Rafi' Ibn Amr yang kelak akan ikut serta dalam berbagai misi penaklukan. Akhirnya ia menetap di Basrah.
Rafi' Ibn Amr meriwayatkan hadis "Sepeninggalku akan muncul kaum yang membaca Al-Qur'an hanya sampai tenggorokan mereka. Mereka keluar dari agama seperti anak panah lepas dari busurnya."[2]

Kisah ini diambil dari "Sahabat-sahabat kecil Rasulullah" yang ditulis oleh Dr. Nizar Abazhah




[1] HR. Tirmidzi, 128, Ibn Majah, 2299, dan Abu Dawud, 2622
[2] Asad al-Ghabah, Biografi nomor 1590.
readmore »»  

Jumat, 01 November 2013

Strategi Membaca

Strategi Membaca
Dibawah ini beberapa strategi dalam membaca yang dapat digunakan untuk meningkatkan pemahaman siswa, yang meliputi, strategi metakognitif, cloze procedure, dan pertanyaan pemandu


1.  Strategi Metakognitif
Metakognitif berkaitan dengan pengetahuan seseorang atas penggunaan intelektual otaknya dan usaha sadarnya dalam memonitor atau mengontrol penggunaan kemampuan intelektual tersebut. Metakognitif ini meliputi cara terjadinya berfikir.
Bagian proses metakognitif menentukan tugas apa yang diperlukan untuk memperoleh pemahaman. Pembaca perlu bertanya:
a.       Apakah jawaban yang perlu saya ungkapkan secara langsung?
b.      Apakah teks tersebut mengungkapakan jawaban dengan memberikan tanda yang jelas yang membantu memutuskan jawabannya dengan jelas.
c.       Apakah jawabannya hrus dating dengan cerita?
2.  Cloze Procedure
Cloze procedur digunakan juga untuk meningkatkan pemahaman dengan cara menghilangkan sejumlah informasi dalam bacaan dan siswa diminta untuk mengisinya. Dalam pelaksanaannya cloze procedure melibatkan penghilangan huruf, suku kata, kata, frase, klausa atau sebuah kalimat. Cloze procedure dapat digunakan guru untuk mengajarkan kemampuan membaca, bukan untuk tes.
3.  Pertanyaan Pemandu
Selama membaca, pertanyaan pemandu sering digunakan untuk meningkatkan pemahaman. Siswa dapat dilatih untuk mengingat fakta dengan cara mengubah fakta itu menjadi pertanyaan “menngapa”. Pertanyaan pemandu dapat diajukan oleh guru kepada siswa atau diajukan siswa untuk dirinya sendiri ketika sedang membanca[1].


Sedangkan menurut klein strategi membaca meliputi strategi Bottom-Up, Top-Down, dan campuran[2]
1.  Strategi Bottom-Up
Strategi ini pada umumnya digunakan pada pembelajaran kelas awal, dan juga digunakan dalam memahami teks yang mempunyai tingkat kesulitan yang tinggi. Kesulitan yang dihadapi bisa menyangkut masalah bahasa, bisa pula tentang isi teks. Dan metode yang digunakan dalam strategi ini adalah dengan menggunakan metode eja.
2.  Strategi Top-Down
Strategi Top-Down adalah kebalikan dari strategi bottom-Up, latar belakang pengetahuan menjadi suatu variable yang sangat penting, karena disini siswa belajar membaca dalam tataran tinggi. Latar belakang pengetahuan yang telah dimiliki oleh siswa sangat membantu dalam pemahaman teks untuk itu hendaknya dalam memilih teks bacaan  disesuaikan dengan tingkat pengetahuan dan tempat tinggal siswa.
Untuk menjadi seorang guru hendaknya tidak hanya menggunakan satu strategi saja. Jasi guru dapat memilih strategi mana saja yang dapat diterapkan dalam pengajaran membaca dan penggunaannya dapat dilakukan secara bersamaan, yang ini dinamakan strategi campuran.







[1] Sunaryo, Kartadinata.2006. Pembinaan dan Pengembangan Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, Bandung: upi Press. Hal 67
[2] Alfin, Jauharoti, 2009. Keterampilan Dasar Berbahasa. PT. Revka Petra Media: Surabaya. Hal 107-108


Yuk intip koleksi mukena kami yang kece-kece Disini

readmore »»  

Jenis-Jenis Membaca

  Jenis-jenis Membaca
Ditinjau dari segi terdengar atau tidaknya suara membaca waktu melakukan kegiatan membaca, maka proses membaca dapat dibedakan menjadi:
1.    Membaca nyaring
Membaca nyaring adalah kegiatan membaca dengan menyuarakan tulisan yang dibacanya dengan ucapan dan ntonasi yang tepat agar pendengar dan pembaca dapat menangkap informasi yang disampaikan oleh penulis, baik berupa pikiran, perasaan, sikap ataupun pengalaman penulis.
2.    Membaca dalam hati
Membaca dalam hati adalah kegiatan membaca yang dilakukan dengan tanpa menyuarakan isi bacaan yang dibacanya. Secara garis besar, membaca dalam hati dapat dibedakan menjadi dua yakni, membaca ekstensif dan intensif:[1]
a.       Membaca Ekstensif
Membaca ekstensif adalah membaca secara luas. Obyeknya meliputi sebanyak mungkin teks dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Membaca ekstensif meliputi:
1)      Membaca Survei
Membaca survey adlah[I1]  kegiatan membaca ubtuk mengetahui secara sekilas terhadap bahan bacaan yang akan dibaca lebih dalam.
2)      Membaca Sekilas
Membaca sekilas atau membaca cepat adalah kegiatan membaca dengan mengandalkan kecepatan gerak mata dalam melihatdan memperhatikan bahan tertulis yang dibacanya dengan tujuan untuk mendapatkan informasi secara tepat
3)      Membaca Dangkal
Membaca dangkal pada hakekatnya bertujuan untuk memperoleh pemahaman yang dangkal yang bersifat luaran, yang tidak mendalam dari suatu bahan bacaan. Membaca jenis ini biasanya dilakukan seseorang membaca demi kesenangan, kegembiraan sebagai pengisi waktu senggang.
b.      Membaca Intensif
Membaca Intensif adalah membaca dengan penuh pengahayatan untuk menyerap apa yang seharusnya kita kuasai Yang termasuk dalam membaca intenif adalah:
1)      Membaca Telaah Isi
a)      Membaca Teliti
Membaca jenis ini sama pentingnya dengan membaca sekilas, maka sering seklai seseorang perlu membaca dengan teliti bahan-bahan yang dibaca.
b)      Membaca Pemahaman
Membaca pemahaman adalah membaca yang bertujuan untuk memahami tentang standar-standar atau norma-norma kesastraan, resensi kritis, dan pola-pola fiksi.
c)      Membaca Kritis
Membaca kirtis adalah kegiatan membaca yang dilakukan secara bijaksana, mendalam, evalutif, dengan tujuan untuk memnemukankeseluruhan baha bacaan, baik makna baris-baris, makna antar baris, maupun makna balik baris.
d)     Membaca Ide
Membaca Ide adalah kegiatan membaca yang ingin mencari, memperoleh serta memanfaatkan ide-ide yang terdapat pada bacaan.
e)      Membaca Kreatif
Membaca kreatif adalah kegiatan membaca yang tidak sekedar menangkap makna tersurat, makna antar baris, tetapi juga mampu secara kreatif menerapkan hasil membacanya untuk kehidupan sehari-hari.
2)      Membaca Telaah Bahasa
a)      Membaca Bahasa
Tujuan utama membaca bahasa adalah memperbesar daya kata dan mengembangkan ksa kata
b)      Membaca Sastra
Dalam membaca sastra perhatian pembaca harus dipusatkan pada penggunaan bahasa dalam karya sastra. Apabila seseorang dapat mengenal serta mengerti seluk beluk bahasa dalam suatu karya sastra maka semakin mudah dia memhami isinya serta dapat membedakan antara bahasa ilmiah dan bahsa latin.



[1] Alfin, Jauharoti. 2009, Keterampilan Dasar Berbahasa, Surabaya:PT. Revka Petra Media hal.96


 [I1]Kata yang benar pada teks tersebut adalah “adalah” 
readmore »»  

Faktor Penunjang Kehidupan Manusia

Faktor-faktor penunjang kehidupan manusia antara lain:
Pangan      : terdiri atas zat/sumber tenaga seperti karbohidrat, lemak dan protein
                  dan zat pembangun, seperti protein, mineral dan air, serta zat
                  pengatur seperti vitamin, mineral, protein dan air.
Sandang    : sebagai alat adaptasi terhadap kondisi alam (iklim) yang berlainan,
                  misalnya panas dan dingin.
Papan        : usaha berlindung dari ancaman alam yang tidak bersahabat, seperti
                   hujan terik matahari, binatang buas, dan sebagainya.

Untuk keperluan ini, manusia selalu berhubungan dengan dengan lingkungannya. Interaksi dengan lingkungannya inilah yang menyebabkan adanya perubahan lingkungan (hasil budaya). Disamping itu, manusia dipengaruhi oleh lingkungnnya maka tidak heran manakala ada perbedaan ketahanan fisik anatara masyarakat pegunungan, pedesaan dan perkotaan, akibat pembentukan oleh kondisi alamnya, seperti makanan, minuman, dan sebagainya. 
readmore »»  

Tahap Perkembangan Biologis Manusia

Tahap perkembangan biologis/fisik manusia itu menurut beberapa pendapat adalah sebagai berikut:
a.      Pendapat Aristoteles:
Perkembangan psikis manusia menurut Aristoteles terjadi pada setiap masa tujuh tahun, artinya setiap kelipatan tujuh tahun terjadi perubahan.
Tahap I         : 0 th – 7 th       :  masa anak kecil atau masa bermain.      
Tahap II       : 7 th – 14 th       :  masa anak, masa remaja,atau masa sekolah rendah
Tahap III      : 14 th – 21 th     : masa remaja, atau pubertas masa peralihan dari anak                                  menjadi dewasa.
                                                   
b.      Pendapat Kretschmen:
Kretschmen mengemukakan 4 tahap perkembangan yang terjadi pada fisik manusia.
Tahap I         : 0 th – 3 th       :  Fullung periode I anak kelihatan pendek dan  gemuk
Tahap II       : 3 th – 7 th        : Strecking periode I anak kelihatan  langsing
Tahap III      : 7 th – 13 th       : Fullung periode II anak kelihatan pendek dan   Gemuk                                 kembali.
Tahap IV      : 13 th – 20 th     : Strecking periode II anak kelihatan langsing.

c.       Pendapat Sigmund Freud:
Freud mengemukakan 6 tahap perkembangan yang terjadi pada fisik manusia antara lain.
Fase oral       : 0 th – 1 th        : mulut merupakan pokok aktivitas dinamik
Fase anak     : 3 th – 5 th         : dorongan dan tekanan terpusat pada
                                               pembuangan kotoran.
Fase laten     : 5 th – 13 th       : implus cenderung untuk ada dalam menyerap

Fase pubertas: 13 th – 20 th     : implus menonjol kembali.



Yuk intip koleksi mukena kami yang kece-kece Disini

readmore »»  

Senin, 05 Agustus 2013

Kisah Abu Umair (Si Pemilik Burung Pipit)

Orang yang mendengar nama Abu Umair mungkin mengira jika ia seorang pemuda. Padahal ia anak kecil yang masih tergantung kepada kedua orangtuanya, Ummu Sulaim dan Abu Thalhah. Ummu Sulaim dan Abu Thalhah adalah pembesar sahabat yang dekat dengan Rasulullah.
Abu Umair tak berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Ia senang bermain di jalan-jalan Madinah bersama anak-anak lain, belum memahami kondisi umat Islam yang saat itu sedang gelisah. Ibunya juga tidak memperkenalkannya dengan berbagai persoalan. Sang ibu hanya berfokus mendidik Abu Umair sesuai dunianya.
Suatu hari, Abu Umair berjalan-jalan menyusuri kebun-kebun Madinah bersama teman-temannya, melintasi pepohonan kurma, berjalan-jalan di pasar. Tiba-tiba ia meihat anak burung pipit mungil dengan paruh merah dan sayap warna-warni sedang meloncat-loncat di rerumputan. Abu Umair langsung menangkap anak burung itu, Ia  mengikat kaki anak burung itu dengan seutas benang agar tidak kabur. Abu Umair pulang dengan gembira karena memiliki sesuatu tidak dimiliki anak-anak lainnya.
Kini, Abu Umair menghabskan waktunya dengan bermain-main dengan burung cantik itu. Ia nikmati kicauannya yang merdu. Ia pandangi tanpa jemu bulu-bulunya yang indah, memberinya makan dan minum, serta merawatnya. Ibunya, Ummu Sulaim, tak mengusiknya. Ia membiarkan si anak mengurus burung kesayangannya. Ia bahagia melihat anaknya bahagia.
Suatu pagi, Abu Umair menjumpai burung itu sudah tak bergerak. Kaku dan kering. Ia menggerak-gerakkan. Ia piker burung itu tertidur. Abu Umair berteriak memanggil ibunya. Setelah diperiksa, sang ibu tahu jika burung itu sudah mati. Betapa terkejutnya Abu Umair. Ia menangis. Duduk bergeming dengan wajah murung. Diam saja ketika ibunya mengajak bicara.
Saat itu Rasulullah melintas. Beliau memandangi Abu Umair yang murung. “Ada apa dengannya?”
“Burungnya mati”.
Nabi tersenyum, lalu mendekati Abu Umair, dan menenangkannya.
“Hei Abu Umair, ada apa dengan burung pipit itu?”
Abu Umair terhibur dengan kedatangan Nabi. Kesedihannya mereda. Namun, beberapa hari kemudian ia demam. Tubuhnya lemah. Abu Thalhah resah melihat kondisi anaknya itu. Ia khawatir terjadi sesuatu yang buruk terhadap anaknya itu. Tak putus-putusnya ia berdo’a agar Allah menyembuhkannya seperti sedia kala.
Suatu hari Abu thalhah berangkat kerja. Sorenya ia pulang. Ummu sulaim menyambutnya dengan wajah cerah. Ia tampak lebih cantik dengan hiasan yang ia pakai dan baju baru yang ia kenakan. Ia bersolek. Rambutnya disisir rapi. Abu Thalhah menanyakan Abu Umair.”Sekarang ia sudah tenang”, jawab Ummu Sulaim.
Lalu, cepat-cepat Ummu Sulaim mengambilkan baju bersih untuk suaminya. Hari itu begitu istimewa. Ia sengaja memasak makanan kesukaan suami tercinta. Diajaknya sang suami makan terlebih dahulu, dan dimintanya supaya jangan ribut agar tidak mengganggu ketenangan si kecil.
Alangkah nikmat Abu Thalhah menyantap hidangan malam itu. Belum pernah ia merasa makan enak seperti saat ini sejak anaknya sakit. Akhirnya, sepasang suami istri itu tidur lelap setelah menghabiskan waktu malam yang indah itu, mereka bangun setelah mendengar azan shubuh.
Usai mengerjakan shalat, Ummu Sulaim berkata kepada suaminya, “semoga Allah memberimu pahala berlimpah menyangkut Abu Umair. Allah telah memilihnya untuk kembali ke pangkuan-Nya”.
Abu Thalhah terpana, bingung tak tahu harus berbuat apa. Ia tak habis pikir sekaligus takjub kepada istrinya yang tidak ingin melihat suaminya menghabiskan malamnya dengan sedih. Semalaman istrinya memendam kesedihan di balik wajahnya yang cerah. Namun, hal itu membuat Abu Thalhah marah. Ia kemudian menemui Nabi, mengadukan sikap istrinya itu. Tanpa Abu Thalhah duga, Rsulullah justru berkata, “Allah benar-benar memberkahi malam kalian berdua”.
Tak lama kemudian Ummu Sulaim hamil. Allah hendakmemberi mereka pengganti Abu Umair yang namanya tercatat dalam lembaran sejarah bersama burung pipit kesayangannya.[1]
Setelah melahirkan Ummu Sulaim membawa anaknya beserta Anas anaknya yang lain kepada Rasulullah untuk disuapi kurma kunyahan beliau, lalu dido’akan.

Kisah ini diambil dari buku Sahabat-sahabat Cilik Rasululah karya Dr. Nizar Abazhah




[1] Al-isti’ab



Yuk intip koleksi mukena kami yang kece-kece Disini
readmore »»  

Minggu, 21 Juli 2013

Kisah Amah Bint Khalid (Ummu Khalid)

(Pemilik busana khamishah)

Suatu hari Nabi mendapat kiriman setumpuk pakaian. Satu diantaranya model khamishah (kain hitam yang kedua tepinya berhias bordiran sutra atau wol). Warnanya hitam dengan aksesoris warna kuning atau hijau. Dan ukurannya untuk anak-anak. Nabi bingung menentukan siapakah yang akan mendapatkan model itu, sebab banyak anak-anak di sekitar Nabi. Beliau kemudian bertanya kepada para sahabat, siapakah yang pantas mengenakan baju itu. Semua bergeming. Tak ada yang mengusulkan nama karena khawatir tidak cocok dengan kecenderungan Nabi.
Nabi kemudian teringat anak-anak sahabat-sahabat dekat beliau, terutama Khalid ibn Sa’id,orang kelima atau keenam yang memeluk islam, karenanya mendapat banayak siksaan dari orang-orang Quraisy, bahkan dari ayahnya sendiri, dan terpaksa ikut berhijrah ke Habsyah. Sahabat seperti Khalid tidak akan dilupakan Nabi. Beliau ingat Khalid mempunyai putrid kecil bernama Amah, tetapi oleh keluarganya dijuluki Ummu Khalid, sebagai ungkapan cinta mereka kepadanya. Sampai ia kemudian dikenal dengan julukan itu, meski masih seorang anak kecil. Ia lahir di Habsyah, dan menghabiskan tahun-tahun pertamanya di sana. Barangkali ia sudah belajar sedikit bahasa Habsyah.
“Coba bawa kemari Ummu Khalid!” kata Rasulullah.
Seseorang segera ke rumah Ummu Khalid dan menyampaikan kabar gembira bahwa Rasulullah memanggilnya. Itu anugerah besar. Sang ibu segera memakaikan baju kuning terbaik Ummu Khalid sehingga anaknya itu tampak cantik. Sang ayah kemudian membawanya kepada Rasulullah.
Rasulullah mencandai Ummu Khalid, lalu mengambil khamishah dan memakaikanyya kepada Ummu Khalid. Beliau tampak sangat senang. “Pakai sampai usang Ummu Khalid. Pakai sampai usang!” Ummu Khalid sangat senang diperlakukan begitu oleh Rasulullah. “Wah bagus sekali, Ummu Khalid!” kata Rasulullah sambilmenunjuk hiasan yang ada di khamishah. Beliau berbicara dengan Ummu Khalid menggunakan bahasa Habsyah. Beliau merangkulnya, sampai Ummu Khalid dapat melihatnya secara jelas tanda kenabian di punggung beliau. Ummu Khalid memandanginya bahkan memainkannya. Ayahnya kaget. Ia berusaha melarang. Tak semestinya anaknya tersebut bermain-main dengan tanda itu. Tetapi, “Biarkan saja!” Nabi. Beliau ingin memuliakan Ummu Khalid bermain-main dengan sesuatu yang menyenangkannya.[1]




[1] Dr. Nizar abazhah, Sahabat-sahabat Cilik Rasulullah, 2011,(Jakarta:Zaman).154
readmore »»  

Kisah Abdullah Ibn Umar (Pakar tata cara haji)


Abdullah ibn Umar termasuk salah seorang anak kesayangan Nabi. Lahir di Makkah. Tumbuh menjadi anak yang cerdas dan memiliki sikap hati-hati. Sudah memeluk Islam sebelum balig. Turut berhijrah ke Madinah bersama sang ayah, Umar ibn Khattab. Akhlaknya adalah pancaran cahaya kenabian.
Nabi melarangnya bergabung dalam pasukan perang Badar karena dinilai masih kecil. Demikian juga dengan perang Uhud. Ia baru diizinkan menjadi tentara ketika terjadiperang Khandaq. Ia bersama Aus ibn Arabah, dan Rafi’ ibn Khudaij berada dalam satu pasukan.
Pada usianya yang masih belia, Abdullah ibn Umar sudah berabung dalam majelis Rasulullah. Ia sudah mampu memahami sabda-sabda beliau. Dalam suatu majelis, Rasulullah melontarkan pertanyaan kepada mereka, “Diantara banyak pohon ada satu yang daunnya tak jatuh.ia adalah seorang muslim. Pohon apa itu?”
Semua yang ada hadir di situ berpikir. Satu sama lain saling bertanya. Merekamenyebutkan setiap nama pohon yang tumbuh di gururn pasir, tetapi tak satu pun yang benar. sampai akhirnya mereka meneyerah. “Wahai Rasulullah, katakana saja kepada kami pohon apa itu?”
“Pohon kurma”, jawab beliau. “Pohon itu selalu hijau, buahnya manis, batangnya tegap, dan akarnya kokoh.”
Sebetulnya, dalam hati, Abdullah ibn Umaringin menjawab itu, tetapi ia ragu. Lagipula ia segan menjawabnya di tengah para pembesar sahabat. Ia berbisik kepada ayahnya bahwa dalam hati ia sebenarnya menjawab seperti itu.
Umar bahagia mendengar bisikan anaknya itu. Tetapi ia menyayangkan kenapa Abdullah tidak mengatakannya, sehingga Rasulullah akan mendo’akannya. “Aku lebih senang seandainya kau mengatakannya langsung kepada Rasulullah,” kata Umar.[1]
Nabi tahu jika Abdullah ibn Umar berbakat menjadi ulama. Beliau membanggakannya. Dialah putra Umar ibn Al-Khattab, salah seorang sahabat dan menteri beliau, dan dia juga saudara Hafshah, salah satu istri beliau. Nabi mengerahkan perkembangan Ibn Umar secara khusus. Beliau berbicara kepadanya sebagaimana beliau dapat membawa kebaikan bagi dirinya maupun umat. Ibnu Umar pernah mengatakan, “Rasulullah memegang pundakku sambil sedikit menggerak-gerakkan, seolah meminta agar aku memperhatikan. Lalu beliau berkata, “Wahai Abdullah, jadilah seolah orang asing atau seorang musafir di dunia ini. Dan anggaplah dirimu sebagai ahli kubur.”[2]
Abdullah ingat betulpesan Nabi itu, menyampaikannya kepada orang lain dan mengamalkannya, meski sebenarnya ia masih di bawah umur.
Nabi memberi kesaksian kesalehan Ibn Umar setelah ia sedikit lebih besar, pada masa akhir kanak-kananknya. Beliau berkata kepada Hafshah, “Saudaramu itu, Abdullah, laki-laki saleh. Andai saja ia mau bangun malam …..”[3]
 Kata-kata itu sampai ke telinga Ibn Umar. Iapun kemudian bertekad untuk melaksanakan shalat tahajud secara istiqamah. Dan, itulah yang terjadi hingga akhir hayatnya.
Banyak yang mengatakan bahwa Abdullah ibn Umar adalah pakar tata cara haji. Ia meriwayatkan sebanyak 2.630 hadis Rasulullah. Ia seorang pemberanni dan bersuara lantang. Selama enam puluh tahun, ia dikenal sebagai mufti terdepan dalam islam, bahkan sejak ia masih kecil.
Abdullah ibn Umar hidup sampai pada satu masa yang tak ada duanya. Ia meninggal di Makkah, dan menjadi sahabat terkhir yang meninggal di sana.
      Kisah di atas diambil dari buku yang berjudul sahabat-sahabat cilik Rasulullah yang ditulis oleh Dr. Nizar Abazhah. dalam buku tersebut digambarkan bagaimana Rasulullah saw. hidup dan bergaul dengan anak-anak. 




[1] HR. Bukhari , 61, Muslim, 2811.
[2] HR Bukhari dalam bab “al-Raqaiq”, dan Tirmidzi, 2334.
[3] HR Bukhari dan Muslim.
readmore »»  

Kisah Para Pengkhatam Al-Qur’an dalam Satu Malam

( Sudahkah kita membaca Al-Qur’an hari ini?)

Hendaklah dia memelihara bacaan Al-Qur’an dan memperbanyak bacaannya. Menurut Imam Nawawi dalam kitab At-Tibyaan fii Aadaabi Hamalatil Qur’an Ulama salaf mempunyai kebiasaan-kebiasaan yang berlainan tentang tempo dan jangka masa mengkhatamkan Al-Qur’an. Ibnu Abi Dawud meriwayatkan dari sebagian ulama Salaf bahwa mereka mengkhatamkan Al-Qur’an sekali dalam setiap dua bulan, manakala setengah dari mereka mengkhatamkan Al-Qur’an dalam setiap bulan
Setengah dari mereka mengkhatamkannya sekali dalam sepuluh malam dan setengahnya mengkhatamkan sekali dalam setiap delapan malam. Banayk dari mereka mengkhatamkan dalam setiap tujuh malam. Setengahnya mengkhatamkannya dalam setiap enam malam. Dan ada pula dari mereka mengkhatamkannya dalam setiap lima malam.
Sedangkan setengah dari mereka ada yang mengkhatamkannya dalam setiap empat malam, setiap tiga malam atau setiap dua malam. Bahkan setengah dari mereka mengkhatamkannya sekali dalam sehari semalam.
Diantara mereka ada yang mengkhatamkannya dua kali dalam sehari semalam dan ada yang tiga kali. Bahkan setengah dari mereka mengkhatamkannya delapan kali, yaitu empat kali pada waktu malam dan empat kali pada waktu siang.
Diantara orang-orang yang mengkhatamkan Al-Qur’an sekali dalam sehari semalam adalah Usman bin Affan ra,Tamim Ad-Daariy, Said bin Jubair, Mujahid, Asy-syafi’i dan lainnya.
Diantara orang –orang yang mengkhatamkan tiga kali dalam sehari semalam adalah Sali bin Umar ra Qadhi Mesir pada masa pemerintahan Mu’awiyyah.
Diriwayatkan bahwa Abu Bakr bin Abi Dawud ra mengkhatamkan Al-Qur’an tiga kali dalam semalam
Diriwayatkan oleh Abu Bakar Al-Kindi dalam kitabnya berkenaan dengan Qadhi Mesir  bahwa dia mengkhatamkan Al-Qur’an empat kali dalam semalam.
Asy-Syeikh Ash-Shahih Abu Abdurrahman As-Salami ra berkata:
“Aku mendengar Asy-Syeikh Abu Usman Al-Maghribi berkata, ‘Ibnu Khatib ra mengkhatamkan Al-Qur’an empat kali pada waktu siang dan empat kali pada waktu malam.”
Ini adalah jumlah terbanyak yang saya ketahui dalam sehari semalam.
Diriwayatkan oleh As-Sayyid, Ahmad Ad-Dauraqi dengan isnadnya dari Manshur bin Zaadzan ra, seorang tabi’in ahli ibadah bahwa dia mengkhatamkan Al-Qur’an diantara waktu Zuhur dan Ashar, kemudian mengkhatamkannya pula antara antara maghrib dan Isya’ pada bulan Ramadhan dua kali. Mereka mengakhirkan sembahyang Isya’ pada bulan Ramadhan hingga berlalu seperempat malam.
Diriwayatkan dari Manshur, katanya: ”Ali Al-Azadi mengkhatamkan Al-Qur’an diantara maghrib dan Isya’ setiap malam pada bulan Ramadhan “.
Diriwayatkan dari Ibrahim bin Said, katanya: “Ayahku duduk sambil melilitkan serbannya pada badan dan kedua kakinya dan tidak melepaskannya hingga mengkhatamkan Al-Qur’an”.
Sedangkan orang yang mengkhatamkannya dalam satu rakaat banyak sekali hingga tak terhitung jumlahnya. Diantara orang-orang yang terdahulu ialah Usman bin Affan, Tamim Ad-Daariy dan Said bin Jubair ra yang mengkhatamkan dalam setiap rakaat di Ka’bah.
Manakala yang mengkhatamkan Al-Qur’an sekali dalam seminggu diantara mereka adalah Usman bin Affan ra, Abdullah bin Mas’ud, Zaid bin Tsabit dan Ubai bin Ka’ab ra dan dari tabi’in antara lain Abdurrahman bin Zaid, Alqamah dan Ibrahin rahimahullah. Hal itu berbeda menurut orang-orangnya.
Barangsiapa yang ingin mereningkan dan mempelajari dengn cermat, hendaklah dia membatasi diri pada kadar yang menimbulkan pemahaman yang sempurna atas apa yang dibacanya. Demikian jugalah siapa yang sibuk menyiarkan ilmu atau tugas-tugas agama lainnyadan kemaslahatan kaum muslimin yang bersifat umum, hendaklan dia membatasi pada kadar tertentu sehingga tidak mengganggu apa yang wajib dilakukannya.

Jika kita belunm termasuk ke peringat yang dicapai orang-orang yang tersebut ini, maka bolehlah kita memperbanyak membaca Al-Qur’an sedapat mungkin tanpa menimbulkan kejemuan dan tidak terlalu cepat membacanya.
readmore »»