Sejarah Perkembangan Madrasah
Ibtidaiyah di Indonesia
Nama:
Asri Nuriyah
Sejarah Madrasah Ibtidaiyah Di
Indonesia
A.
Pengertian Madrasah
Kata madrasah dalam
bahasa Arab berarti tempat atau wahana untuk mengenyam proses pembelajaran.
Dalam bahasa Indonesia madrasah disebut dengan sekolah yang berarti bangunan
atau lembaga untuk belajar dan memberi pengajaran. Karenanya, istilah madrasah
tidak hanya diartikan sekolah dalam arti sempit, tetapi juga bisa dimaknai
rumah, istana, kuttab, perpustakaan, surau, masjid, dan lain-lain,
bahkan seorang ibu juga bisa dikatakan madrasah pemula
Dari
pengertian di atas maka jelaslah bahwa madrasah adalah wadah atau tempat
belajar ilmu-imu keislaman dan ilmu pengetahuan keahlian lainnya yang
berkembang pada zamannya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa istilah
madrasah bersumber dari Islam itu sendiri.[1]
B.
Sejarah
Madrasah
Madrasah adalah saksi perjuangan pendidikan
yang tak kenal henti. Pada jaman penjajahan Belanda madrasah didirikan untuk
semua warga.Sejarah mencatat , Madrasah pertama kali berdiri di Sumatra,
Madrasah Adabiyah ( 1908, dimotori Abdullah Ahmad), tahun 1910 berdiri madrasah
Schoel di Batusangkar oleh Syaikh M. Taib Umar, kemudian M. Mahmud Yunus pada
1918 mendirikan Diniyah Schoel sebagai lanjutan dari Madrasah schoel,
Madrasah Tawalib didirikan Syeikh Abdul Karim Amrullah di Padang Panjang
(1907). lalu, Madrasah Nurul Uman didirikan H. Abdul Somad di Jambi.
Madrasah
berkembang di jawa mulai 1912. ada model madrasah pesantren NU dalam bentuk
Madrasah Awaliyah, Ibtidaiyah, Tsanawiyah, Mualimin Wustha, dan Muallimin
Ulya ( mulai 1919), ada madrasah yang mengaprosiasi sistem pendidikan
belanda plus, seperti muhammadiyah ( 1912) yang mendirikan Madrasah Ibtidaiyah,
Tsanawiyah, Muallimin, Mubalighin, dan Madrasah Diniyah. Ada juga model
AL-Irsyad ( 1913) yang mendirikan Madrasah Tajhiziyah, Muallimin dan Tahassus,
atau model Madrasah PUI di Jabar yang mengembangkan madrasah pertanian, itulah
singkat tentang sejarah madrasah di indonesia.[2]
C.
Latar
Belakang Berdirinya Madrasah di Indonesia
Di Indonesia, permulaan munculnya
Madrasah baru sekitar abab 20, meski demikian latar belakang berdirinya
madrasah tidak lepas dari dua faktor, yaitu semangat pembaharuan Islam yang
berasal dari islam pusat(timur Tengah) dan merupakan respon pendidikan terhadap
kebijakaan pemerintah Hindia Belanda yang mendirikan serta mengembangkan
sekolah. Hal ini juga diamini oleh M. Arsyad yang dikutip Khoirul Umam,
munculnya madrasah sebagai lembaga pendidikan Islam dikarenakan kekhawatiran
terhadap pemerintah Hindia Belanda yang mendirikan sekolah-sekolah umum tanpa
dimasukkan pelajaran dan pendidikan agama Islam.
Menyikapi kebijakan tersebut,
tokoh-tokoh muslim di Indonesia akhirnya mendirikan dan mengembangkan madrasah
di Indonesia didasarkan pada tiga kepentingan utama, yaitu: 1) penyesuaian
dengan politik pendidikan pemerintah kolonial; 2) menjembatani perbedaan sistem
pendidikan keagamaan dengan sistem pendidikan modern; 3) agenda modernisasi
Islam itu sendiri.[3]
Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional telah mengantarkan pendidikan Islam ke dalam babak sejarah baru, yang
antara lain ditandai dengan pengukuhan sistem pendidikan Islam sebagai pranata
pendidikan nasional. Lembaga-lembaga pendidikan Islam kini memiliki peluang
lebih besar untuk tumbuh dan berkembang serta meningkatkan kontribusinya dalam
pembangunan pendidikan nasional.
Madrasah yang merupakan salah satu lembaga
pendidikan Islam, memiliki kiprah panjang dalam dunia pendidikan di Indonesia.
Pendidikan madrasah merupakan bagian dari pendidikan nasional yang memiliki
kontribusi tidak kecil dalam pembangunan pendidikan nasional atau kebijakan
pendidikan nasional. Madrasah telah memberikan sumbangan yang sangat signifikan
dalam proses pencerdasan masyarakat dan bangsa, khususnya dalam konteks
perluasan akses dan pemerataan pendidikan.
Dengan biaya yang relatif murah dan distribusi
lembaga yang menjangkau daerah-daerah terpencil, madrasah membuka akses atau
kesempatan yang lebih bagi masyarakat miskin dan marginal untuk mendapatkan
pelayanan pendidikan. Walau demikian para penulis sejarah pendidikan Islam di
Indonesia agaknya sepakat dalam menyebut beberapa madrasah pada periode
pertumbuhan, khususnya di wilayah Sumatera dan Jawa.[4]
D.
Pengertian Madrasah Ibtidaiyah
Madrasah ibtidaiyah (disingkat MI) adalah jenjang paling dasar pada pendidikan formal diIndonesia,
setara dengan Sekolah Dasar,
yang pengelolaannya dilakukan oleh Kementerian Agama.
Pendidikan madrasah ibtidaiyah ditempuh dalam waktu 6 tahun, mulai dari kelas 1
sampai kelas 6. Lulusan madrasah ibtidaiyah dapat melanjutkan pendidikan ke madrasah tsanawiyah atau sekolah menengah pertama.
Di Indonesia, setiap warga negara berusia
7-15 tahun tahun wajib mengikuti pendidikan dasar, yakni sekolah dasar (atau
sederajat) 6 tahun.[5]
E.
Perkembangan Madrasah
Ibtidaiyah Pada Masa Orde baru
Masa Orde baru, perkembangan Madrasah Ibtidaiyah
ditandai dengan adanya perhatian pemerintah yang diwujudkan dengan adanya
rangkaian dikeluarkannya peraturan pemerintah (PP) sejak masa orde lama yakni
PP No 33 tahun 1949 dan PP No 33 tahun 1950, yang sebelumnya didahului dengan
dikeluarkan Permenag No 1 Tahun 1946, No 7 tahun 1952, No 2 tahun 1960 dan
terakhir No. 3 Tahun 1979 tentang pemberian bantuan kepada madrasah.
Kemudian lahir kebijakan dalam rangka pengembangan madrasah tingkat dasar
(Ibtidaiyah), pemerintah (Departemen Agama) mendirikan Mdarasah Wajib Belajar
(MWB) yang menjadi langkah awal dari adanya bantuan dan pembinaan madrasah
dalam rangka penyeragaman kurikulum dan sistem penyelenggaraannya, dalam upaya
peningkatan mutu madrasah ibtidaiyah. Walaupun kemudian MWB ini tidak berjalan
sesuai dengan harapan karena berbagai kendala seperti terbatasnya sarana
prasarana, masyarakat kurang tanggap dan juga pihak penyelenggara madrasah,
setidaknya itu menjadi pendorong kemudian pemerintah mendirikan adanya madrasah
negeri yang lebih lengkap dan terperinci, dengan perbandingan materi agama 30%
dan materi pengetahuan umum 70%. Dalam Pasal 4 TAP MPRS
No.XXVII/MPRS/1966 disebutkan tentang isi pendidikan, di mana untuk
mencapai dasar dan tujuan pendidikan, maka isi pendidikan adalah:
1. Mempertinggi mental, moral, budi pekerti dan memperkuat keyakinan beragama
2. Mempertinggi kecerdasan dan ketrampilan
3. Membina dan mengembangkan fisik yang kuat dan sehat.[6]
1. Mempertinggi mental, moral, budi pekerti dan memperkuat keyakinan beragama
2. Mempertinggi kecerdasan dan ketrampilan
3. Membina dan mengembangkan fisik yang kuat dan sehat.[6]
pada tahun 1962 terbuka kesempatan
untuk menegrikan madrasah untuk semua tingkatan yaitu, Madrasah Ibtidaiyah
Negeri (MIN), Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN), dan Madrasah Aliyah Agama
Islam Negeri (MAAIN). Dengan adanya kesempatan tersebut, maka jumlah
keseluruhan madrasah negeri yaitu MIN 358 buah, MTsN 182 buah, dan MAAIN 42
buah.[7]
F.
Eksistensi Madrasah Ibtidaiyah Masa Orde Baru
Sekitar akhir tahun
70-an, pemerintah Orde Baru mulai memikirkan kemungkinan mengintegrasikan
madrasah ke dalam Sistem Pendidikan Nasional. Usaha tersebut diwujudkan dengan
upaya yang dilakukan pemerintah dengan melakukan upaya memperkuat struktur
madrasah, kurikulum dan jenjangnya, sehingga lulusan madrasah dapat melanjutkan
ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, yaitu sekolah-sekolah yang dikelola
oleh departemen pendidikan dankebudayaan. Dalam rangka merespon SKB tersebut,
maka disusun kurikulum madrasah tahun 1975 dengan perbandingan bobot alokasi
waktu 70% pelajaran umum dan 30% pelajaran agama, ( Zakiah Daradjat (Dkk),
1985: 82. [8]
Ketentuan untuk mengajarkan
pengetahuan umum 1/3 dari seluruh jam pengajaran dilatarbelakangi oleh saran
Panitia Penyelidik Pengajaran yang mengamati bahwa di madrasah-madrasah jarang
sekali diajarkan pengetahuan umum yang sangat berguna bagi kehidupan
sehari-hari. Kekurangan pengetahuan umum akan menyebabkan orang mudah
diombang-ambingkan oleh pendapat yang kurang benar dan pikiran kurang luas. [9]
G. Permasalahan-permasalahan
yang ada di Madrasah Ibtidaiyah
Permasalahan yang ada di madrasah
adalah kompleks serta saling terkait dengan keadaan lainnya. Permasalah yang
ada dan berkembang di masyarakat berasal dari faktor dari dalam diri madrasah
(internal) dan faktor dari luar madrasah (eksternal). Faktor yang berasal dari
dalam madrasah antara lain adalah kurang respon dan minatnya umat Islam
sendiri untuk menyekolahkan anak-anaknya di madrasah. Secara umum dapat
disebutkan permasalahan-permasalahan yang ada di masyarakat sebagai berikut:
a. Madrasah masih
dipandang sebelah mata oleh masyarakat. Madrasah dianggap lembaga pendidikan
kelas dua.
b. Kurangnya
sumber daya manusia (SDM) yang memadai. Sehingga kebijakan-kebijakan yang
dibuat oleh pemerintah justru terasa mempersulit upaya-upaya pengembangan
madrasah.
c. Mutu pendidikan
relatif rendah kurang terjamin bila dibandingkan dengan sekolah formal
karena banyaknya bidang studi yang diajarkan.
d. Kualitas guru
masih rendah. Hal ini ditandai dengan banyaknya guru-guru/ pengajar yang
mengajar mata pelajarn yang tidak sesuai dengan latar belakang pendidikannya.
e. Manajemen
pengelolaan kurang professional. Hal ini ada kaitannya dengan mutu sumber daya
manusia yang rendah, sebab bekerja tidak sesuai dengan latar belakang
pendidikannya.
f. Sarana
prasarana pendidikan yang pas-pasan.
g. Jumlah siswa
yang sedikit serta berlatar belakang intelegensi yang rendah dan berasal dari
keluarga yang tidak mampu.[10]
H.
Pembinaan Pemerintah
Terhadap Madrasah
Usaha peningkatan dan
pembinaan dalam pendidikan madrasah ini kembali terwujud dengan
adanya Surat Keputusan Besama (SKB) pada tahun 1975 yang menegaskan
bahwa :
a. Yang dimaksud madrasah adalah lembaga pendidikan yang menjadikan agama Islam sebagai mata pelajaran dasar, yang diberikan sekurang-kurangnya 30% di samping mata pelajaran umum.
b. Madrasah meliputi 3 tingkatan ;
1. Madarasah Ibtidaiyah setingkat dengan pendidikan dasar.
2. Madrsah Tsanawiyah setingkat dengan Sekolah Menengah
Pertama
3. Madrasah Aliyah setingkat dengan Sekolah Menengah Atas
a. Yang dimaksud madrasah adalah lembaga pendidikan yang menjadikan agama Islam sebagai mata pelajaran dasar, yang diberikan sekurang-kurangnya 30% di samping mata pelajaran umum.
b. Madrasah meliputi 3 tingkatan ;
1. Madarasah Ibtidaiyah setingkat dengan pendidikan dasar.
2. Madrsah Tsanawiyah setingkat dengan Sekolah Menengah
Pertama
3. Madrasah Aliyah setingkat dengan Sekolah Menengah Atas
Pembinaan dan pengembangan madrasah versi SKB Tiga menteri terus
berlangsung dengan tujuan mencapai mutu yang dicita-citakan. Penyamaan
madrasah dengan sekolah umum tidak hanya dalam hal penjenjangan saja, namun
juga dalam hal struktur program dan kurikulum juga mengalami pembakuan dan
penyeragaman setidaknya itu diperkuat dengan terbitnya Keputusan Besama Menteri
Pendidian dan kebudayaan dengan Menteri Agama No. 0299/U/1984 dan No. 45
Tahun1984, tentang Pengaturan Pembakuan Kurikulum Sekolah Umum dan Kurikulum
Madrasah. Perbedaan terlihat pada identitas madrasah, yang menjadikan
pendidikan dengan pelajaran agama sebagai mata pelajaran dasar sekurang-kurangnya
30% di samping mata pelajaran umum.
Menurut UU Nomor 2
tahun 1989, tujuan pendidikan nasional adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mengembangkan manusia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dan berbudi pekerti luhur, memiliki ketrampilan,
kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa
tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. (Depag RI, 1991/1991)
Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dari undang-undang Sistem Pendidikan Nasional ini, mengusahakan :
1. Membentuk manusia Pancasila sebagai manusia pembangunan yang tinggi kualitasnya yang mampu mandiri.
2. Pemberian dukungan bagi perkembangan masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang terwujud dalam ketahanan nasional yang tangguh, yang mengandung terwujudnya kemampuan bangsa menangkal setiap ajaran, paham dan idiologi yang bertentangan dengan Pancasila.
Beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dari undang-undang Sistem Pendidikan Nasional ini, mengusahakan :
1. Membentuk manusia Pancasila sebagai manusia pembangunan yang tinggi kualitasnya yang mampu mandiri.
2. Pemberian dukungan bagi perkembangan masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang terwujud dalam ketahanan nasional yang tangguh, yang mengandung terwujudnya kemampuan bangsa menangkal setiap ajaran, paham dan idiologi yang bertentangan dengan Pancasila.
Dengan landasan demikian, sistem pendidikan nasional dilaksanakan secara
nyata, menyeluruh dan terpadu. Semesta dalam arti terbuka bagi seluruh rakyat,
dan berlaku di seluruh wilayah negara, menyeluruh dalam arti mencakup semua
jalur. Jenjang dan jenis pendidikan, dan terpadu dalam arti adanya saling
keterkaitan antara pendidikan nasional dengan seluruh usaha pembangunan
nasional.[11]
ayat yang berhubungan dengan artikel diatas adalah :
`»H÷§9$# ÇÊÈ zN¯=tæ tb#uäöà)ø9$# ÇËÈ n=y{ z`»|¡SM}$# ÇÌÈ çmyJ¯=tã tb$ut6ø9$# ÇÍÈ
1. (Tuhan) yang Maha pemurah,
2. Yang Telah mengajarkan Al Quran.
3. Dia menciptakan manusia.
4. Mengajarnya pandai berbicara.
Lihat versi Power Point
Lihat versi Power Point
Yuk intip koleksi mukena kami yang kece-kece Disini
Referensi
[3] Lihat: http://mi-baabussalaam.blogspot.com/2012/09/latar-belakang-berdirinya-madrasah-di.html
(26/12/2012)
[4]Lihat: http://marifudin.wordpress.com/2011/06/18/sejarah-madrasah-di-indonesia/ (26/12/2012)
[5] Lihat: http://id.wikipedia.org/wiki/Madrasah_ibtidaiyah
[8] Lihat: http://hikamasfa.wordpress.com/2011/06/18/sejarah-madrasah-di-indonesia-tugas-uas-madin/
[9] Lihat: http://syukririfai.wordpress.com/2012/12/16/sejarah-perkembangan-madrasah-di-masa-orde-baru-1966-1998/
[10] Lihat: http://umiberbagi.blogspot.com/2012/10/pendidikan-islam-di-madrasah-ibtidaiyah.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar