(Pemilik
busana khamishah)
Suatu hari Nabi mendapat
kiriman setumpuk pakaian. Satu diantaranya model khamishah (kain hitam yang
kedua tepinya berhias bordiran sutra atau wol). Warnanya hitam dengan aksesoris
warna kuning atau hijau. Dan ukurannya untuk anak-anak. Nabi bingung menentukan
siapakah yang akan mendapatkan model itu, sebab banyak anak-anak di sekitar
Nabi. Beliau kemudian bertanya kepada para sahabat, siapakah yang pantas
mengenakan baju itu. Semua bergeming. Tak ada yang mengusulkan nama karena
khawatir tidak cocok dengan kecenderungan Nabi.
Nabi kemudian teringat
anak-anak sahabat-sahabat dekat beliau, terutama Khalid ibn Sa’id,orang kelima
atau keenam yang memeluk islam, karenanya mendapat banayak siksaan dari
orang-orang Quraisy, bahkan dari ayahnya sendiri, dan terpaksa ikut berhijrah
ke Habsyah. Sahabat seperti Khalid tidak akan dilupakan Nabi. Beliau ingat
Khalid mempunyai putrid kecil bernama Amah, tetapi oleh keluarganya dijuluki
Ummu Khalid, sebagai ungkapan cinta mereka kepadanya. Sampai ia kemudian
dikenal dengan julukan itu, meski masih seorang anak kecil. Ia lahir di
Habsyah, dan menghabiskan tahun-tahun pertamanya di sana. Barangkali ia sudah
belajar sedikit bahasa Habsyah.
“Coba bawa kemari Ummu Khalid!”
kata Rasulullah.
Seseorang segera ke rumah
Ummu Khalid dan menyampaikan kabar gembira bahwa Rasulullah memanggilnya. Itu
anugerah besar. Sang ibu segera memakaikan baju kuning terbaik Ummu Khalid
sehingga anaknya itu tampak cantik. Sang ayah kemudian membawanya kepada
Rasulullah.
Rasulullah mencandai Ummu
Khalid, lalu mengambil khamishah dan memakaikanyya kepada Ummu Khalid. Beliau
tampak sangat senang. “Pakai sampai usang Ummu Khalid. Pakai sampai usang!”
Ummu Khalid sangat senang diperlakukan begitu oleh Rasulullah. “Wah bagus
sekali, Ummu Khalid!” kata Rasulullah sambilmenunjuk hiasan yang ada di
khamishah. Beliau berbicara dengan Ummu Khalid menggunakan bahasa Habsyah.
Beliau merangkulnya, sampai Ummu Khalid dapat melihatnya secara jelas tanda kenabian
di punggung beliau. Ummu Khalid memandanginya bahkan memainkannya. Ayahnya
kaget. Ia berusaha melarang. Tak semestinya anaknya tersebut bermain-main
dengan tanda itu. Tetapi, “Biarkan saja!” Nabi. Beliau ingin memuliakan Ummu
Khalid bermain-main dengan sesuatu yang menyenangkannya.[1]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar